Rabu, 02 Maret 2016

anakku,suamiku

anakku,suamiku

GaraGara Mabuk Aku Disetubuhi Anakku

Sejak suamiku kawin lagi, rasanya aku demikian marah padanya, karena telah menghianatiku. Ajakan teman-temanku unutkk clubing, aku ikuti. Lama-lama aku bosan juga. AKhirnya aku sudah ketagihan minum-minuman keras. Shalat sudah aku tingalkan dan mulai asyik dengan daganganku membawa berlian dari rumah ke rumah dan menghasilkan banyak uang.

Saat aku anakku Yanto nmemasuki rumah, aku sebenarnya sudah setengah mabuk. Kepalaku sudah berat sekali. Aku masih sadar dan mengetahui semuanya. Kulihat anakku berjalan sempoyongan dan menatapku dengan tajam.

“Baru pulang sayang? Kamu minum minuman keras ya?” sapaku.
“Ya. Kalau mama juga minum minuman keras, kenapa aku tak boleh,” katanya sembari mengangkat gelasku di atas meja yang berisi sedikit Tequila dan meneguknya.

Aku kasihan padanya. AKu sadar, kalau ini adalah kesalahanku. Anak bungsuku dan satu-satunya laki-laki berumur 19 tahun ini akan hancur, jika aku biarkan. 2 putriku sudah menikah dan ikut suaminya. Kupeluk Yanto dan mencium pipinya. Yanto balas memelukku dan menangkap tengkukku serta mengarahkan bibirnya ke bibirku. Dia mengecup bibirku dengan lembut dan mengelus rambutku.

“Yaaaannnn….”
“Ya sayaaaang…”

Aku agak risih dipanggil sayang, seperti menyapa kekasihnya sendiri. Aku sadar, mungkin Yanto menganggap aku kekasihnya, karena dia sedang mabuk. Yanto yang baru saja duduk di semester I pada sebuah universitas ternama di negeri ini, terus mempemainkan lidahnya dalam mulutku.

“Aku sangat mencintaimu…” bisiknya.

Aku diam saja. Tanganya mulai meremas-remas buah dadaku dan dengan paksa dia lepaskan dasterku, bra-ku, hingga aku tinggal memakau celana dalamku. Dengan cepat pula dia melepas semua pakaiannya hingga 100% bugil. Lampu di ruang tengah, demikian terang benderang, terlebihj semua pintu sudah ditutup dan jendela juga sudah terkunci erat. Aku tetap menganggapnya mabuk, hingga mungkin saja Yanto tidak menyadari, kalau aku adalah ibu kandungnya. Tapi rabaan dan elusan tangannya pada tubuhku, membuat libidoku bangkit juga. Apa yang harus kulakukan? Menolaknya yang sedang mabuk? Atau….

“Kamu tau, aku ini siapa Yaaannn…” tanyaku halus dan selembut mungkin, untuk menyadarkannya.
“Ya. Aku tahu.”
“Siapa sayang?”
“Kamu kan Silvia, kekasihku…”

Berdegup jantungku, dia menyebut namaku dan menyebutkan pula aku adalah kekasihnya. Tapi mungkin saja ada perempuan senama denganku, Silvia yang adalah kekasih anakku Yanto.

“Silvia kekasihmu? Silvia yang mana sayang…?” sapaku lembut dan bibirnya sudah menyedot-nyedot buah dadaku.
“Silvia, mantan isterinya Ridwan,” jawabnya.

Ridwan adalah suamiku yang aku gugat cerai ke mahkamah syariah, ayah kandung Yanto anakku.

“Ya. Aku adalah mama mu sayang,” kataku lebih lembuit lagi.

Pertama kelembutan suaraku agar dia tidak tersinggung, kemudian karean libidoku juga sudah meninggi.

“Mulai sekarang, kamu bukan mamaku lagi, Tapi kekasihku, calon isteriku,” katanya. Dia terus menceracau sembari terus merabai tubuhku dan menjilatinya.

Aku senmakin tak mampu menahankan hasrat seksualku, tapi haruskah aku melakukannya derngan anak kandungku sendiri?

“Sayang, kamu sudah mabuk. KIta tak boleh…”
“MUlai sekarang, aku bebas melakukan apapun padamu, Silvia. Mulai sekarang kamu adalah isteriku. Aku sangat mencintaimu. Aku sudah lama menunggu perceraianmu,” jawabnya semakin tegas.

Lidahnya sudah menjilati perutku dan tangannya sudah menurunkan celan dalamku. Vaginaku susah basah. Perlahan Yanto menidurkanku di atas karvet di ruang tamu itu. Cepat dia menjilati vaginaku, dimana suamiku sendiri tak pernah melakukannya. Aku tak tau harus berbuat apa, karena aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Aku hanya bisa mendesih dan langsung kutangkap penis Yanto. Saat aku menangkapnya aku sangat terkejut. Aku merasakan betapa kerasnya penis itu. Besar dan jauh lebih besar dan lebih [panjang dari milik ayah kandungnya. Kutuntun penis itu memasuki liangku. Vaginaku yang basah, langsung menenggelamkan penisnya yang besar dan panjang itu.

Yanto berjongkok di antar kedua pahaku. Tangannya meraih Tequilla dari meja dan meneguknya seidkit lagi. Kemudian diteguknya sedikit lagi, lalu dari mulutnya dia salurkan Tequilla ke mulutku. Kami berciuman dan lidah kami saling mengait, sementara Yanto terus memompa vaginaku. Makin lama makin cepat dan liang vaginaku terasa penuh.

Suara cucuk-tarik penis anakku dalam vaginaku mengeluarkan suara yang mengasyikkan. Akhirnya kedua kakiku kujepitkan ke pinggang anakku dan kedua tanganku memeluk erat tubuhnya sembari merintih-rintih. Aku merintih karena merasa nikmat, bukan karean alkohol. Rasa malu dan aku sudah melupakan, laki-laki yang di atas tubuhku adalah anak kandungku sendiri.

“Huuuuuuhhhhhhh…” rintihku saat sesuatu terasa keluar dari tubuhku yang amat dalam.

Mungkin ini yang dinamaka orgasme. Kalau benar ini adalah kenikmatan orgasme, maka inilah pengalaman pertamaku merasasakan oprgasme seumur hiudpku, dengan anak kandungku sendiri. Selam 26 tahun aku menikah, aku tak pernah merasakan orgasme dan tak pernah merasakan kenimmatan seks. Saat aku mulai mau menikmati seks, tiba-tiba suamiku sudah melepaskan spernmanya dalam vaginaku. Selalu saja demikian, dan aku pun hamil, hamil dan hamil. Kemudian melahirkan ke tiga anak-anakku.

Aku lemas. Yanto masih juga terus memompa. Aku diam saja, karena nafasku sudah tersengal-sengal. Usia tak mampu kulawan. Aku sudah 47 tahun.

“Mama sudah tua sayang… maafkan mama,” biskku.
“Kamu masih cantik dan hebat, Silvia,” jawabnya.
“Betulkan aku masih cantik sayang?”
“Betul. Kamu masih cantik dan tubuhmu masih sintal. Aku mencintaimu,” bisiknya sembari terus memompa tubuhku.

Tak lama nafasku mulai normal dan aku memberikan perlawanan pada anakku, agar dai tidak kecewa. Rasanya aku berdosa sekali, jika mengecewakan anakku yang sudah memberikan pengalaman terindah dalam hidupku, dimana selama ini tak pernah kurasakan.

Yanto terus memeompa tubuhku dari atas. Suara semakin berisik keluar dari vaginaku yang sangat basah. Aku mengangkat kedua kakiku ke atas dan memeluknya dengan sekuat tenagaku. Pompaan dari atas, membuatku semakin menikmati lagi keindahan itu untuk kedua kalinya. Anakku memompa semakin kencang dan aku tau ciri-cirinya laki-laki akan melepaskan spwermanya.

“Tunggu Mama sayaaaang…”
“Aku sudah mau keluar Silvia…”

Aku pun mengimbanginya. Jika dia sudah keluar, maka kontol itu akan terkulai dan aku tak akann mendapatkan kenikmatan untuk kedua kalinya. Kuarahkan penisnya pada sisi-sisi yang membuatku nikmat sekali dan akhirnya aku menjerit kecil serta memeluknya. Saat itu Yanto menghunjamkan penisnya kuat sedalam mungkin ke liang vaginaku. Aku merasakan beberapa kali semprotan sperma hangat dalam liangku, membuat aku semakin histeris. Aku tak tau, apakah ada orang di luar mendengarkan jeritan kenikmatanku. Semoga tidak.

Nafasku dan nafas Yanto memburu. Yanto terkulai di atas tubuhku. Penisnya mengecil dan terlepas dari liangku.
Tak lama kami sudah normal dan saling menatap, dengan senyum manis. Yanto memakaikan daster ke tubuhku, lalu dia memakai pakaiannya dan membimbingku ke meja makan untuk makan bersama.

“Sil… isteriku. Sejak malam ini, kamu harus memanggilku suamimu,” katanya.

Aku haru tapi aku harus menjawab apa, karean hal itu tidak mungkin.

“Tapi…”:
“Tak ada tapi tapi lagi. Kamu adalah isteriku dan aku adalah suamimu,” suaranya setengah membentak.

Aku diam. Dirangkulnya tubuhku dan dia mencium pipiku dengan lembut dan penuh kasih sayang. Aku meneneteskan air mata. Aku tak mengerti tetasan airmataku, apakah itu tetas air mata penyesalan atau air mata haru. Jelasnya, suamiku Ridwan, Papanya Yanto, tidak pernah memperlakukan aku semesra yang dilakukan oleh Yanto. Aku membalas pelukannya dan menyandarkan kepalaku di dadanya.

“Kamu isteriku ya…” bisiknya ke telkingaku. Aku menganggukkan kepala dengan lemah dan memeluknya kuat.

Yanto punmengecup ubun-ubunku dengan penuh kasih sayang. Kami makan makan bersama. Setelah menonton TV sejenak, Yanto membimbingku ke kamar tidurku. Yanto megunci kamar dan kami tiduran berdampingan.

“Kamu tidak tidur di kamarmu?” t anyaku.
“Bukankah kita sudah suami isteri?” jawabnya

Mungkin karean letih dan hampir setahun aku tak pernah merasakan bersetubuh, aku pun tertidur pulas. Aku terbangun pukul 09.00 Wib. Saat itu aku melihat Yanto masih pulas tertidur. Setelah mandir dan menyiapkan sarapan, aku kembali tidur malas-malas di sisi Yanto. Aku pun mengingat kembali apa yang sudah terjadi tadi malam. Benarkah Yanto sekarang sudah menjadi suamiku? Apa yang terjadi jika aku menolaknya? Apakah Yanto akan kecewa?

Aku menunggunya terbangun. Aku ingin tau apa yang terjadi jika dia sudah terbangun. Saat aku membuka selimut, aku melihat Yanto dalam keadaan bugil. Bukankah tadi malam dia tidur memakai celana dan baju? Lalu kenapa kini dia jadi bugil. Pertanyaanku terjawab, karean ada lendir sperma di sprei. Berarti tadi malam dalam keadaan tidur pulas, aku disetubuhi oleh Yanto.

Aku membangunkan Yanto dengan alasan sudah siang dan harus mandi dan sarapan. Yanto terbangun dan kuminta dai mandi ke kamar mandi. Dengan guyuran air hangat dia membersihkan dirinya. Dari kamar mandi dia hanya melilitkan handuk di tubuhnya. Senyum dan ucapan selamat paginya demikan merdu.

“Selamat pagi Silvia sayang…” sapanya. Dia tetap meanggilku Silvia, bukan mama. Itu pertanda, kalau apa yang diucapkannya tadi malam masih dia ingat.
“Aku memaksakan dirikau untuk tersenyum. Dengan celana pendek tanpa pakaian dalam dan kaos oblong longgar dia membimbingku ke meja makan. Aduh… mesra sekali. Kenapa suamiku tak pernah melakukannya selama ini padaku? Kenapa harus Yanto anak kandungku?

Roti yang sudah dipanggang, aku olesi selai dan aku menuangkan treh susu panas ke dalam gelas dan kami sarapabn bersama. Yanto tersenyum manis kepadaku dan terus melepaskan kata-kata indah.

“Pagi ini, kamu cantik sekali sayang…” pujinya.

Aku jadi kikuk. Yanto menium rambutku yang baru saja aku shampoo.

“Rambutmu wangi sekali Silvia…” bisiknya lagi.
“Yan.. kamu harus hati-hati mengucapkan kata-katamu. Bagaimana kalau ada yang mendengar. Bisa gawat,” kataku.
“Aku akan menempatkan ucapanku, saat mana aku harus mengucapkannya,” ujarnya. Aku diam saja. Aku masih belum mampu menerima ucapannya yang mesra.
“Silvia… vaginamu nikmat sekali. Sebentar lagi aku ingin merasakannya kembali,” ucapnya. Aku diam. Dadaku gemuruh. Apa yang harus kulakukan, aku tak mengarti.
“Kamu belajar bersetubuh dari siapa?” t anyaku.
“Dari pelacur. Aku sudah belasan kali melacur,” jawabnya jujur.
“Kamu tidak takut AIDS?”
“Aku pakai kondom.”
“Kamu tak boleh ke pelacur lagi,” aku setengah membentak.
“Untuk apa aku melacur lagi. Bukankah aku sudah punya isteri yang cantik?”

Yanto memelukku dan menciumiku. Setelah minum teh susu panas, Yanto mengelus-elus dadaku. Leherku dia jilati dan sebelah tangannya mengelus vaginaku dari luar. Aku demikian cepat mengalami libido. Aku mendesah.

“Kamu harus mau menjadi isteriku Silvia,” bisiknya.
“Ya… Aku isterimu,” kataku. Setelah nmengucapkan kata-kata itu , aku jadi amenyesal.


Tapi sudah terlanjur. Biarlah. Dalam hati aku mengatakan dan berteriak kepada Ridwan yang sedang aku gugat cerai. Ke nerakalah kau Ridwan, karena aku sudah mendapatkan penggantimu, anakmu sendiri.

Yanto membopongku ke dalam kamar dan menelentangkan diriku di atas tempat tidur. Satu persatu pakaianku dibukanya sampai aku telanjang bulat. Kemudian dia melepas satu persatu pakaiannya, juga sampai telanjang bulat.

“Sil.. kamu cantik sekali sayang…” Aku tersenyum.

Aku merasaka berada di surga, dengan kelembutran tegur sapa anakku yang gagah itu. Tubuhku yang mungil, mungkin membuat aku kelihatan tidak setua usiaku. JIka aku berdiri, ubun-ubunku persis berada di bwah bahu anakku. Berat badanku hanya 48 Kg. Yanto tingginya 176 Cm, kekar dan beroto karean rajin ke fitnes.

“Sil… apakah kamu juga mencintaiku sayang?” Aku mengangguk.

Anggukanku pasti dan mantap. Aku berharap Ridwan melihat aku mengangguk.

“Aku butuh jawaban dari mulutmu Sil,”
“Ya… Aku mencintaimu Yanto…” kataku mantap.
“Benarkan aku suamimu, Sil?” tanyanya lagi sembari menjilati pentil tetekku.
“Ya.. Kau suamiku dan aku isterimu,” kataku. Ingin aku berteriak sekuat-kuatnya mengucapkan kata-kata itu, agar Ridwan mendengarnya.

Lidah Ridwan sudah berada di liang vaginaku dan klitorisku suadh diisap-isap dan dipermainkannya, membuat aku menggelinjang.

“Enak sayang…” kataku perlahan.

Yanto terus menjilati klitorisku, kemudian ujung idahnya dia permainkan di lubang duburku. Ingin rasanya aku menolak kepalanya, tapi aku merasakan sebuah sensasi yang tak pernah kurasakan seumur hidupku. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa.

Yanto naik ke atas tempat tidur. Mulutnya masih menjilati klitorisku, sementara penisnya sudah dia arahkan ke mulutku. Yanto meminta, agar aku memegang penisnya dan menjilatinya. Aku berpikir, Yanto toh sudah menyabuninya, kenapa tidak? Aku pun memasukan penisnya ke dalam mulutkui. Ternyata, aku merasakan sebuah sensasi lain lagi.

Saat Yanto mempermainkan lidahnya di vaginaku dan anusku, aku mulai tak tahan dan menjepit kepalanya dengan kuat dengan kedua kakiku dan aku meremas rambutnya dengan kuat, lalu aku menjerit hebat menumpahkan semua isi tubuhku di dalam vaginaku. Aku pun meregangkan jepitan kakiku dan aku lemas.
Yanto berdiri di tempat tidur dan tersenyum manis kepadaku. Aku membalasnya. Kami sama tersenyum.

“Aku bangga, kamu mampu menikmati kenikmatan ini, Silvia,” rayunya.
“Terima kasih, karena aku tak pernah merasakan kenikmatan seperti ini selama hidupku,” jawabku berterus terang.

Yanto tersenyum dan mengelus remabutku. Aku diperlakukan seperti seorang Balita. Aku bahagia sekali. Kenapa selama ini tak seorangpun memperlakukan aku seperti ini. Kenapa selama ini, tak seorang pun memanjakan diriku?

Yanto mulai lagi mempermainkan lidahnya dalam mulutku dan aku membalasnya dengan kelembutan pula. Yanto mulai pula menindih tubuhku dari atas. Aku seperti tak sabar. Cepat kutangkap penisnya dan kutuntun ke dalam liangku yang sudah basah. Begitu semua sudah tenggelam dan aku merasakan ada beberapa senti tidak masuk ke dalam vaginaku, karean panjangnya penis anakku, aku meminta agar aku diizinkan dari atas. Cepat Yanto membalikan tubuh kami. Sepertinya dia demikian gampang membalaikkan tubuh kami berdua, seperti membalikkan martabak saja. Aku mulai aktif dari atas dan mencari-cari kenikmatanku sampai akhirnya aku menemukan kenikmatan itu dan aku orgasme untuk kedua kalinya. Aku lemas menindih tubuh anakku dari atas. Yanto mengelus-elus rambutku. Aku benar-benar dimanjakannya.

Setelah aku kembali normal. Yanto membalikkan tubuh kami kembali dan dia mulai aktif memompa tubuhku dari atas. Sejak saat itu, kami mulai akrab sebagai “Suami-Isteri” rahasia. Berbagai pose kami lakukan. Doggy Style dan sebagainya. Sering pula, akmi melakukannya sembari duduk berdua, dimana aku naik ke tubuh Yanto dengan mengangkanginya.

Kami melakukannya di dapur, di ruang TV, di kamar mandi dimana saja. Ada satu rahasia yang aku perbuat, tanpa setahun Yanto anakku. Saat dia naik gunung bersdama teman-temannya, aku ke rumah sakit dan opname selama tiga hari, untuk menutup peranakanku, agar aku tdak bisa hamil.

Setiap kami betrsetubuh, Yanto selalu membisikiku kata-kata, kalau dia ingin aku melahirkan anaknya. Aku harus merngimbanginya dan mengatakan:” Sayang, aku juga ingin kau hamili. Hamililah aku sayang, agar kita punya anak,” kataku. Bahkan ketika sarapan pagi aku mengatakan kepada Yanto, kalau aku sangat menginginkan memiliki anak dari spermanya. Biasanya Yanto akan tersenyum dan semakitnya menggebu-gebu ingin menyetubuhiku.

Karena tak hamil-hamil, aku mengatakan padanya, mungkin spermanya muda, karena terlalu sering bersetubuh. Bagaimana kalau bersetubuh itu hanya dua kali dalam seminggu, tapi persetubuhan yang berkualitas dengan sperma yang banyak? Yanto setuju. Hingga kami membuat jadwal dua kali seminggu bersetubuh, walau sering juga kami langgar. Terkadang Yanto yang tak mampu menahan gejolak nafsunya, tetapi aku juga tak jarang lebih dahulu meminta untuk disetubuhi.

Jika diluar kami selalu memperlihatkan kami ibu dan anak. Jika bedua, di rumah atau di dalam mobil, kami saling memanggil nama dan saling memanjakan.

Ketika Yanto harus menikah dan tinggal di rumah mungil yang aku berlikan untuknya, dan walau usiaku sudah 53 tahun, kami selalu SMS atau bicara vila HP. Kami selalu melakukannya di rumah atau di hotel. Menurut Yanto, dia menikah hanya membnginginkan anak, bukan menginginkan kenikmatan, karean dia tak pernah merasakan nikmat dengan perempuan mana pun kecuali denganku

MITHA siswi magang ber-CD PINK sexy

MITHA siswi magang ber-CD PINK sexy

MITHA siswi magang ber-CD PINK sexy


Aku pernah bekerja di perusahaan swasta di daerah Bekasi , jumlah karyawan disana cukup banyak ada juga siswi yang magang disana atau melakukan PKL, salah satu diantara cewek yang magang disitu ada yang membuat getaran di hatiku aku lihat nama disebelah kanan namanay Mitha, dia dibagian personalita sedangkan aku di bagian PPIC.

Sebenernya ruang kerja kami agak berjauhan, tetapi karena sama-sama mengerjakan jenis pekerjaan yang menyangkut dengan data, maka setiap hari, kami selalu bertemu ditempat foto copy. Awalnya sih, aku hanya sekedar mengagumi kecantikannya, karena dengan hidung yang bangir, bentuk bibir yang sensual, dihiasi lesung pipit di kedua pipinya, membuat semua yang ada didirinya terlihat sempurna.

Hari demi hari kami terlihat semakin akrab, bahkan banyak teman-temanku yang menyangka kalau aku sedang PDKT dengannya. Semua anggapan temanku, tidak terlalu aku pikirkan, karena aku merasa, Mitha disini sedang belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh sekolahnya, dan sebagai seorang karyawan di PT. BT

Aku hanya sekedar membimbing dan membantu, jika seandainya ada sesuatu hal yang dia belum mengerti. Hampir dua minggu aku mengenalnya, ternyata sikap dan kelakuannya semakin membuat aku terpesona.

Ketika aku mendengar gurauan salah seorang temanku, yang mengatakan kalau dia berani memberi Rp. 500.000,- kepada Mitha, jika Mitha mau menemaninya selama 2 jam, perasaanku malah semakin care sama si Mitha.

Timbul perasaaan cemburu ketika mendengar gurauan itu. Namun aku tidak berani untuk mengungkapkannya, karena saat itu diantara aku dan Mitha, tidak mempunyai hubungan yang terlalu istimewa.

Akupun merasa wajar, jika temanku berkata demikian, karena dengan wajah secantik itu, jika memang Mitha memanfaatkan tubuhnya, mungkin harganya bisa diatas Rp. 350.000, per dua jam (harga tersebut diatas, adalah harga rata-rata seorang massage girl yang sudah dianggap cantik).

Suatu ketika, bersama seorang temannya yang bernama Emma, Mitha menuju meja kerjaku, awalnya sih bertanya tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan keperluannya, mungkin karena merasa sudah akrab, Mitha juga bertanya tentang no. HP ku, alasannya sih biar gampang saja, kalau nanti dia mau nanya sesuatu. Sambil tetap memperhatikan monitor, aku menyebutkan satu persatu nomernya.

Ketika mereka ikut memperhatikan cara kerjaku, tiba-tiba, “buukkk..” tanpa sengaja, tangan Emma menyenggol buku yang aku simpan disisi meja. Aku langsung mengambil bukunya dengan cara berjongkok.

Alamak.. ketika berjongkok, tanpa sengaja sudut mataku melihat sesuatu yang sangat indah, dua pasang paha mulus terpampang didepan wajahku.

Bukan hanya itu, karena posisi kaki Mitha ketika duduk, agak mengangkang, maka ketika ku perhatikan, dipangkal pahanya terlihat pemandangan yang cukup menggelitik kelelakianku. Ku lihat dia memakai CD berwarna Pink, dengan hiasan renda di sisinya.

Mungkin karena mereka terlalu fokus memperhatikan hasil pekerjaanku, mereka tidak menyadari (atau memang sengaja?) kalau di bawah meja, aku sedang menikmati apa yang seharusnya mereka tutupi. Karena takut mengundang kecurigaan dari teman sekerjaku, terpaksa aku kembali duduk dan menerangkan tentang cara kerja di PT. BT kepada Mitha dan Emma.

Namun kejadian yang baru saja aku alami, tetap mengganggu pikiranku. Mungkin karena aku tidak konsentrasi dengan apa yang sedang kami bicarakan, Mitha bertanya.

“Pak, kok kadang-kadang ngejelasinnya tidak nyambung sih..”. Sebenarnya aku malu mendapat pernyataan seperti itu, namun karena merasa sudah akrab, aku berbisik kepada Mitha dan menceritakan kejadian yang sebenarnya. Bukannya malu, Mitha malah tersenyum mendengarnya.

“Kenapa tidak disentuh saja Pak, biar tidak penasaran”, goda Mitha. Emma yang tidak tahu apa-apa, hanya bengong mendengar pembicaraan kami. Sebagai seorang lelaki, mendengar penawaran Mitha, aku malah berpikir yang tidak-tidak, dan membayangkan apa yang ada dibalik CD nya itu.

Namun semuanya berusaha aku redam, karena walau bagaimanapun, di PT. BT ini, aku harus JAIM (Jaga Imej), agar aku tidak mendapatkan masalah. Bel istirahatpun berbunyi, dan kami langsung menuju kantin untuk makan siang. Baru saja aku selesai makan, Mitha mendekatiku dan berbisik “besok Bapak saya tunggu di Hero sekitar jam 09.00 pagi, ada yang ingin saya bicarakan, saya tunggu didepan ATM”.

Walau singkat, tapi tetap membuatku bertanya-tanya, sebenarnya apa-yang akan dibicarakan? Mengapa waktunya hari sabtu, padahal kan setiap hari sabtu PT. BT libur.

Mengapa dia berbisik sangat pelan kepadaku, apa takut terdengar yang lainnya?. Besoknya, dengan tetap berpakaian rapi (seperti jika mau berangkat kerja), aku mengeluarkan motorku dan beralasan lembur kepada kedua orang tuaku.

Menunggu adalah hal yang sangat membosankan, karena sampai di Hero, jam baru menunjukkan angka 07.30, Setelah mencari sarapan, sambil ngerokok, aku iseng-iseng ikut ngantri ATM, padahal cuma mau liat saldo doang, karena uang yang ada di dompetku, masih ada sekitar Rp. 400.000,-.

Dari jauh, aku sudah tahu kalau gadis yang menuju kearahku adalah si Mitha, dan pagi ini, dia terlihat sangat sexy, karena Mitha hanya mengenakan kaos dan celana jeans ketat.

“Udah lama ya Pak? Kan Mitha janjinya jam 09.00, sekarang baru jam 08.45, Mitha tidak salah khan?”,

“Jangan panggil aku Bapak dech Mit, aku kan belum nikah, dan ini bukan di kantor, panggil namaku saja dech, biar bisa lebih akrab”.

“Ok deh Pak, eh Fik”, sambil tersenyum Mitha langsung menggandeng tanganku.

“Fik, enaknya kita ke mana yach”, tanya Mitha.

“Terserah, emang mau ngomongin apaan, kayaknya pribadi banget”.

“Ngga juga, Mitha seneng saja kalau deket ama Fik, kenapa ya?” “Mau tahu jawabannya”, candaku.

“Ngga usah Fik, Mitha juga udah tahu, Mitha rasa Mitha menyukai Fik”, jawab Mitha polos. Tanpa disadari, mungkin karena saking senengnya, aku yang sejak awal memang mengagumi Mitha, langsung memeluknya.

Mendapat perlakuan begitu, Mitha mencoba melepaskannya, dan mengingatkan, kalau kita masih ada dilokasi umum, tidak enak terlihat banyak orang. Akhirnya kami memutuskan mencari tempat yang cocok untuk berduaan.

Tapi karena yang aku tahu cuma hotel tempat satu-satunya yang cocok untuk berduaan tanpa takut terlihat orang lain, walau terlihat agak ragu, Mitha akhirnya menyanggupinya. Sekitar jam 09.30, kami sudah sampai di front office hotel BI, dan mengambil sebuah kamar dengan fasilitas TV dan AC.

Dengan agak ragu Mitha memasuki pintu kamar (mungkin karena baru pertama kalinya), dan dia agak terkejut melihat fasilitas yang terdapat di dalamnya. Apalagi ketika dia melihat kamar mandinya.

“Enak juga ya Fik, kita bisa ngobrol berduaan disini, tanpa takut akan terdengar atau terlihat oleh orang lain”. Mitha langsung merebahkan badannya ke ranjang, dan mencari siaran TV yang khusus menyiarkan acara musik.

Kebetulan banget lagunya adalah lagu-lagu romantis, yang secara tidak langsung, ikut mempengaruhi suasana hati kami. Lewat aiphone, aku memesan makanan dan soft drink. Ketika aku menyalakan rokok, terdengar suara room boy mengetuk pintu dan mengantarkan pesananku.

Aku mendekati Mitha yang sedang rebahan, maksudnya sih mau nawarin makanan, tapi Mitha langsung bangun dan bertanya.

“Fik, apakah Mitha salah bila Mitha mencintai Fik, Mitha sebenernya malu mengakuinya, tapi bila tidak diungkapkan, Mitha takut kalau Fik tidak mengetahui apa sebenernya yang Mitha harapkan. Maafin Mitha yach, Mitha udah ngerepotin Fik, padahal kan sekarang waktunya libur dan istirahat, tapi Mitha malah meminta Fik menemui Mitha”.

Aku terharu juga mendengar kejujuran dan kepolosannya, akhirnya setelah mendengarkan semua tentang apa yang ada dihatinya, sambil membelai rambutnya (agar perasaannya menjadi lebih tenang), aku pun berusaha meyakinkannya, bahwa semua yang dialami, adalah wajar, jika seseorang mencintai lawan jenisnya, dan tidak ada yang namanya salah, jika sudah menyangkut perasaan hati.

Ketika dia menatapku dengan tatapan yang tajam, secara perlahan aku mencium keningnya. Tapi ternyata, yang kulakukan itu malah membuat Mitha berani untuk membalas ciumanku. Dia langsung melumat bibirku, dan seperti seseorang yang tidak mau kehilangan sesuatu, dia memelukku dengan erat sekali. Sambil terus menikmati bibirku, tangannya terus mengelus dan mengusap seluruh bagian tubuhku.

Mungkin beginilah cara dia mengungkapkan rasa sayangnya terhadap diriku. Tapi sekarang aku yang bingung, karena dengan melihatnya bentuk tubuhnya saja (waktu di kantor), bisa membuat aku “konak”, sekarang seluruh tubuhnya sudah melekat erat ditubuhku (walau masih memakai pakaian lengkap).

Kedua payudaranya terasa makin mengeras, akhirnya kuputuskan untuk menikmati keadaan ini, karena jujur saja, kadang-kadang, dulu akupun sering menghayalkan betapa nikmatnya jika bercumbu dengan si Mitha, apalagi jika berjalan di belakangnya, goyangan pantatnya ngajakin kita jual tanah (maksudnya ntar duitnya buat ngebayarin pantatnya, he.. he.. he..).

Tanganku mulai berusaha membuka kaosnya, karena aku tidak mau pandanganku yang tertuju kepada kedua payudaranya, terhalang oleh kaos yang ia kenakan. Pelan namun pasti, akhirnya bukan hanya kaosnya yang berhasil aku buka, BH nya pun sudah aku lepaskan.

Sejenak aku terpana melihat keindahan bentuk payudaranya itu, namun hanya sebentar, karena aku ingin segera menikmati dan merasakan keindahan itu, kuremas kedua susunya, dengan mesra aku mulai menghisap putingnya yang sudah agak mengeras dan berwarna kecoklatan.

Kucium dan kujilati bagian tubuhnya, mulai dari leher, terus bergerak turun dan menuju putingnya kembali.

“Yaa.. hisap terus sayaangg.. aacchh.. ennaakk banget Fik.. geli.. tapi nick..maaattt.. teeeruuus.. aaccchhh..” Mitha terus meracau menikmatinya. Aku terus merangsangnya, dan mencoba membuka celana jeans yang dipakainya, lantaran jeans yang dikenakannya sangat ketat,

Aku kesulitan untuk membukanya, untungnya Mitha mengerti, dengan agak mengangkat pantatnya, dia mulai mencoba menurunkan jeansnya sendiri. Dengan sabar, aku menunggu dan terus mempermainkan susunya.

Setelah jeansnya terlepas, tangan Mitha berusaha untuk membuka semua yang aku kenakan. Satu persatu jari tangannya membuka kancing kemejaku, dan setelah berhasil membuka baju dan celana yang aku pakai, Mitha hanya menyisakan CD saja yang masih melekat ditubuhku.

Mungkin dia masih ragu untuk membukanya, karena diapun masih mengenakan CD. Walau diwajahnya terlihat, kalau dia sedang diamuk birahi, namun dia masih bisa menguasai pikirannya, aku yakin dia merasa takut di cap sebagai cewe yang agresif dan takut jika aku tidak menyukai tindakannya.

Namun aku tetap menikmati suasana yang terjadi di dalam kamar hotel ini. Aku terus merangsang birahinya, ciumanku aku arahkan kedaerah perutnya, terus kebawah menyusuri lubang pusarnya, dan kedua tanganku, bergerak untuk membuka CD yang masih melekat ditubuhnya.

Secara perlahan aku mencoba membuka CD nya, sambil terus mencumbunya, aku menciumi setiap daerah yang baru telihat ketika CD nya mulai bergerak turun. Mitha sangat menikmati semua sentuhan yang aku berikan

Bahkan ketika CD nya telah terlepas, dan aku mulai menjilati memeknya, dia terus mendesah dan malah membuka pahanya lebar-lebar agar lidahku bisa menjilati bagian dalam memeknya. Dengan keharuman yang khas, memek itu telah membuat aku betah berlama-lama mencumbuinya.

Aku terus menjilati, dan dengan jari telunjukku, aku coba merangsang dia dengan memainkan kelentitnya. Semakin aku percepat memainkan jari telunjukku, semakin cepat pula dia menggoyangkan pantatnya. Mitha terus mendesah dan meracau tak karuan.

“Aacchhhh.. terus sayang.. nikmatnya.. teruzzsss.. lebih ke dalam lagi Fik.. teruuzzss.. yacchhh.. benar.. jilati terus yang.. itu.. sayang.. accchhh”. Karena rangsangan yang dia terima makin hebat, pantatnya bukan hanya digoyang-goyangkan, tapi malah diangkat-angkat ke atas, mungkin tujuannya agar lubang memeknya yang lebih dalam ikut tersentuh oleh lidahku.

Dengan bantuan jari-jariku, aku terus mengaduk-aduk isi memek Mitha, aku sentuh G-Spotnya secara perlahan, dia langsung menggelinjang, lalu kuelus G-Spotnya nya dengan jari tengahku, Mitha makin liar, seperti orang yang sedang ngigau, dia meracau tak karuan, tak jelas suara apa yang keluar dari mulutnya, karena yang aku tahu, lubang memeknya sudah sangat basah oleh cairan kemaluannya, seluruh tubuhnya seperti menegang, tapi itu tak berlangsung lama, karena, dirinya langsung terdiam dan tergolek dengan lemas.

Melihat Mitha sudah mencapai orgasme, aku berusaha untuk tenang, tetapi kontolku sudah sangat tegang (walau masih tertutup oleh CD) dan ingin segera merasakan nikmatnya memek Mitha. Aku segera mencium dan menjilati “lubang surga” itu, agar Mitha bisa merasakan apa yang namanya multi orgasme.

Usahaku ternyata berhasil, karena hanya dalam beberapa menit, tubuhnya kembali bergetar dan menegang. Diiringi desahannya yang sangat menggairahkan, Mitha kembali merasakan kenikmatan itu. Karena beberapa kali mengalami orgasme, Mitha terlihat sangat lelah, meski tak dikemukakan, terlihat jelas bahwa dia sangat puas dengan oral yang aku lakukan.

Dengan tersenyum, dia mencoba untuk melepaskan CD yang masih melekat ditubuhku. Tanpa ragu, dia mulai menjilat dan mengulum kontolku. Mendapat perlakuan seperti itu, aku yang semula mendominasi permainan, hanya diam saja menikmati permainan Mitha.

Dengan bibir indahnya, dia mengulum dan mengeluar masukan kontolku ke dalam mulutnya, dan sesekali, dengan menggunakan kelembutan lidahnya, dia mengusap dan menjilat kepala kontolku. Gila.. ternyata Mitha bukan hanya indah buat dilihat, ternyata Mitha mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam merangsang dan memanjakan kita dalam permainan seksnya.

Aku berusaha agar tidak sampai kebobolan ketika dia melakukan oral terhadapku, namun kenyataannya, semua spermaku telah memenuhi mulutnya, ketika secara reflek, aku menjambak rambut dan menarik kepalanya sambil mendesah menahan kenikmatan saat spermaku akan keluar.

Tanpa perasaan jijik, Mitha menelan semua sperma yang ada di dalam mulutnya, seperti tidak puas, dia menjilati kontolku yang masih ada sisa-sisa spermanya.

“Fik, enak juga ya rasa sperma lo, gurih-gurih gimana gitu..”, kata Mitha memuji. Aku hanya tertawa sebentar mendengarnya, karena bola mataku tetap memandang lekuk-lekuk tubuh Mitha yang telanjang tanpa sehelai benangpun menutupinya. Kuperhatikan lagi “lembah” yang dihiasi oleh bulu-bulu halus itu, ternyata, warnanya agak memerah, mungkin karena tergesek oleh lidah dan jari-jariku.

“Makasih ya Mit..”, kataku sambil menciumi memeknya.

“Fik, boleh tidak kalau Mitha minta memek Mitha di jilatin lagi, abis enak banget sih..”, tanya Mitha sambil memohon.

“Boleh saja sih, tapi boleh tidak kalau Fik ngentot Mitha, soalnya kontol Fik udah tidak kuat nich, pengen buru-buru berada di dalam memek Mitha. Boleh yach?” “Mitha takut Fik, kata temen-temen Mitha, rasanya sakit banget, tidak mau ah.. ntar kalau sakit gimana?”, tolak Mitha.

“Pokoknya Mitha rasain saja nanti, Fik apa temen Mitha yang salah”, kataku sambil mulai menjilati memek Mitha. Dengan melebarkan pahanya, dan mempergunakan kedua tangannya, Mitha membantu melebarkan memeknya agar mempermudah ku di dalam mencumbui memeknya.

Kujilati klitnya hingga dia menggelinjang tak karuan menahan rasa nikmat yang dia terima. Sengaja aku terus menjilati klitnya, agar dia diamuk oleh gairahnya sendiri, ketika kulihat tubuhnya mulai menegang,

Dan mengalami orgasme, entah untuk yang keberapa kali, aku langsung memindahkan cumbuanku kedaerah putingnya yang sudah sangat kencang. Kuciumi bagian bawah susunya, kusedot dan kumainkan lidahku di daerah tersebut.

“Fik.. enak sekali sayang.. acchhh.. ooohhhh..” Mitha menggelepar menahan birahinya yang semakin besar. Kulihat jari lentik Mitha mulai bermain dibibir kemaluannya sendiri, dia terus mengelus, dan sekali-sekali memasukan jarinya ke dalam lubang memeknya yang sudah sangat basah karena banyaknya cairan pelicin yang keluar dari dalam memeknya memeknya.

Sambil tetap membenamkan wajahku diantara dua gunungnya, tanganku secara perlahan menarik tangan Mitha yang sedang asik mengeluar masukan jarinya.

Awalnya dia menolak, tapi ketika aku bimbing jarinya kearah kontolku, Mitha langsung menggenggam dan mengocoknya. Setelah agak lama, aku meminta Mitha agar dia berada diatas tubuhku yang sudah dalam posisi berbaring.

Dengan perlahan, dia menaiki tubuhku. Sengaja aku menggesek-gesekan kontolku diantara lubang memeknya, ternyata benar, apa yang aku lakukan telah membuat kenikmatan yang dirasakan oleh Mitha makin menjadi-jadi, diapun mulai bergerak menggesekan kontolku ke bagian luar memeknya.

Akhirnya, walau dengan posisi berada di bawah, tanpa sepengetahuan Mitha, aku berusaha mengarahkan kontolku agar bisa memasuki lubang memeknya. Mitha terus menggerakkan dan menggesekan memeknya, dan tanpa disadarinya, ternyata kepala kontolku mulai bergerak memasuki memeknya ketika dia menggerakan pantatnya dari atas ke bawah.

Terasa lembut sekali ketika kepala kontolku menyentuh bagian dalam dari lubang surganya, ada perasaan nikmat yang sulit untuk diungkapkan, dan tanpa terasa, sudah seluruh bagian kontolku berada di dalamnya.

Seperti kesetanan, Mitha terus menggoyangkan pantatnya, sesekali terdengar rintihan dan erangannya. Akupun terus mengeluar masukan kontolku ke dalam lubang memeknya (walau agak sulit karena posisiku berada di bawah).

Secara reflek Mitha langsung merebahkan tubuhnya diatas tubuhku ketika dia sudah mencapai orgasmenya. Namun karena aku belum orgasme, aku langsung membalikan badannya agar berada di bawah tubuhku.

Dengan sedikit santai, aku terus menggerakan “junior”ku, namun karena tubuh Mitha yang bersih dan terawat, birahiku tidak bisa mengerti jika aku ingin lebih lama menikmati kemulusan tubuhnya. Akhirnya spermaku keluar di dalam kehangatan lubang memeknya.

NAMA GUE ZENITA,,,CEWEK AMOY

NAMA GUE ZENITA,,,CEWEK AMOY

ZENITA DI KERJAIN

Hari itu Fahmi baru saja menyelesaikan shift kerja pagi itu, pria 26 tahun itu baru saja menerima gaji diawal bulan itu. Fahmi bekerja disebuah Perusahaan yang cukup berkembang, tentu gaji yang ia peroleh cukup besar, 3 juta rupiah, padahal ia baru 3 bulan itu bekerja disana. Dengan gembira Fahmi pulang kerumahnya, segera ia menaiki motornya dan bergegas pulang. Ditengah perjalanan, Fahmi berhenti dipertigaan, lampu merah menghentikan laju motornya.

Tiba tiba ada seorang cewek menyebrang jalan lalu mendekatinya, tampak masih mengenakan seragam SMA.

“Mas mas, bisa minta tolong?” Fahmi benar benar bingung, kenapa tiba tiba cewek SMA itu mendekatinya, padahal ia tidak kenal,
“minta tolong ngapain?”,
“Aduh, nanti deh mas, aku numpang boncengan boleh mas?”,
“Iya udah cpet naik, udah mau hijau itu” Segera cewek SMA itu naik kemotor Fahmi.

Setelah lampu hijau, kini Fahmi mengendarai motornya, dan membonceng seorang cewek SMA. Dalam perjalanan, cewek SMA itu menyuruh Fahmi berhenti,

“mas, mas stop dulu aja, kesitu” Fahmi menurut, ia memarkir motornya, lalu ia mulai bercakap cakap dengan Cewek SMA itu.
“Mas, kenalin aku Zenita”,
“Aku Fahmi, kamu mau minta tolong apa dek?” Fahmi sempat memperhatikan Zenita itu ternyata cantik dan manis juga wajahnya.

“Gini mas, m… mas sekarang free kan?”, Fahmi jadi heran, apa maunya cewek SMA itu,
“aku baru pulang kerja sih, ada apa memangnya?”,
“Gini mas, mm…mas bisa minta tolong…jadi wali murid ku gak?” Fahmi menambah tanda Tanya difikirannya,
“Memang buat apa dek?”,
“Gini mas, aku kena sangsi sama guruku, jadi gak boleh ikut ujian minggu depan sebelum orang tua atau wali muridku dateng kesekolah”,
“hmm, emang kamu kenapa sih?”,
“Udah ntar mas Fahmi liat sendiri deh, gimana mas? Mau gak?”,
“mmm…gimana ya?” Fahmi berakting bingung, ia menggaruk kepalanya dengan tangan kiri sambil melirik keatas.

Zenita tiba tiba meraih tangan kanan Fahmi dan merangkulnya,

“Ayo lah mas, nanti kalau udah beres mas Fahmi mau minta apa aja ntar Zenita kasih deh” Fahmi sempat kaget dan senang, Zenita merangkul tangannya itu sambil buah dada cewek SMA itu menyenggol dan menggencet tangannya, padahal baru saja bertemu.
“mMMm..Boleh deh, beneran aku boleh minta apa aja?”,
“Iya deh mas, minta apa aja boleh, tapi sekarang temenin aku kesekolah yaaa”,
“Iyaa, ayo deh” Kemudian kembali Fahmi dan Zenita naik kemotor, kini mereka menuju tempat Zenita sekolah.

Setibanya disekolah, zenita kemudian mengajak Fahmi masuk kedalam sekolah.

“Mas, jangan lupa loh, jadi wali muridku, nanti kalau bisa mas Fahmi urus deh sama gurunya itu, terserah mas deh, pokoknya beres”,
“Iyaa, aman”. Sedang berjalan disekolah itu, banyak murid yang sedang istirahat itu meneriaki Fahmi dan Zenita, “Cieee, bawa om om nih yee”,
“Zee bawa brondong tua kesekolah niih, hahaha” Fahmi sempat malu, apalagi Zenita. Setiba disebuah ruangan, Fahmi dan Zenita segera masuk kedalam.
“p..Permisi pak Budi”, “Oh, zenita, lalu ini..”,
“Ini wali murid saya pak”,
“Oh, namanya siapa pak?”,
“Saya pak Fahmi, Wali muridnya Zenita”,
“Memangnya orang tuanya zenita…”,
“Kedua orang tuanya sedang keluar, ada keluarganya yang meninggal”,
“Astaga, maaf, ya sudah silahkan duduk” Zenita sempat kaget, Fahmi bisa juga berbohong.
“jadi begini Pak Fahmi, Zenita mengalami sedikit masalah yang bisa membuatnya tak bisa mengikuti ujian minggu depan”,
“Masalahnya apa pak? Mohon maaf dipercepat saja, saya ada kegiatan lagi setelah ini soalnya pak”,
“jadi Zenita ini SPPnya nunggak 3 bulan pak, saya tidak ingin terulang seperti tahun lalu, masalah ini tak diselesaikan dan membuat Zenita tidak bisa naik kekelas 3 SMA” Fahmi seketika kaget, ternyata urusan uang.
“M..mohon maaf pak, kira kira… 3 bulan itu berapa sppnya?”,
“750 ribu pak” Jeglar, Fahmi seperti disambar petir, saat ia melihat Zenita, cewek SMA itu malah memasang wajah tak bersalah dan tersenyum dengan manis kehadapan Fahmi.
“Oh, itu…Iya pak, jadi waktu tahun lalu itu… Keluarganya Zenita sempat bangkrut pak”,
“Loh, bukannya kata orang tuanya dulu karena uangnya dipakai zenita untuk…”,
“Itu hanya alasan, pak, jadi, saya mohon maaf, saya juga sebenarnya tak ingin mengatakan hal itu pak” Zenita menutup mulutnya rapat rapat sambil menahan tawanya, ia heran kenapa Fahmi itu begitu ahli berbohong.
“Ternyata begitu ya pak, aduh, saya ikut prihatin”,
“apalagi sekarang ada keluarganya yang meninggal, jadi… benar benar kesulitan finansial terjadi dikeluarganya”, “Saya tau pak Fahmi, tetapi…”,
“Begini saja pak Budi, bagaimana kalau saya berikan 500 ribu sekarang, dan untuk sisanya pak Budi bisa menunggu keluarga Zenita mendapat uang”,
“Mohon maaf pak Fahmi, maksud saya bukan begitu…”,
“Saya tau pak, ini uang dari saya demi keluarga Zenita, saya sebagai wali muridnya juga harus bisa
memecahkan masalahnya” Fahmi mengeluarkan uang 500 ribu dihadapan pak Budi itu.
“Kalau begini, mungkin…cukup segini saja pak, sisanya biar sekolah ambil dari uang khas, kami juga turut prihatin dengan apa yang terjadi”,
“Terima kasih banyak pak Budi, saya sangat senang, sekolah ini memang terbukti kualitas dan kearifannya” uang itu dibawa pak budi, lalu Fahmi bersalaman dengan Pak Budi menandakan akhir masalah itu.

Segera Fahmi dan Zenita keluar dari ruangan. Setelah berjalan melewati beberapa ruangan, Zenita dan Fahmi tertawa dengan senangnya.

“Hahahaha, Mas Fahmi gila deh, hebat banget gombalannya”,
“hahaha, tapi kamu ini dasar yaa.. pasti uang orang tuamu kamu pakai buat foya-foya ya?”,
“ya…ya gitu deh mas, hehehe”,
“Dasar kamu ini, untung tadi aku bisa mengatur strategi”, “Hebat deh mas Fahmi” Zenita tiba tiba memeluk Fahmi, kembali buah dadanya menggencetnya,
“Hei hei, disekolah ini, kamu ini”,
“eeh, sorry mas, reflek, haha”,
“Haduh, uang 500 ribuku melayang”,
“Maaf ya mas, Sebagai gantinya sekarang mas Fahmi mau apa? Aku turutin deh”. Fahmi sempat berfikir, ia melihat kearah Zenita itu, cantik dan putih kulitnya.
“m…gimana kalau, setelah sekolah ikut aku keluar aja ya, gimana?”,
“Oooh, keluar kemana mas, boleh boleh”,
“Nanti deh gampang, sore nanti kamu tunggu dimana deh?”,
“Dipertigaan tadi aja mas, gimana?”,
“Oke deh, sip, kamu lanjutin deh belajarnya”,
“Iya, see you later” Fahmi lalu pergi meninggalkan sekolah itu dan segera pulang.

Dirumahnya fahmi masih memikirkan apa yang nanti akan ia minta dari Zenita. Ia masih membayangkan Zenita yang cantik itu, tapi tak lama ia sadar, 500 ribunya itu lebih membuatnya bingung, baru saja ia menerima uang itu, harus seketika berkurang. Fahmi mulai berfikir yang aneh aneh, ia sampai berani berfikir untuk menikmati tubuh Zenita yang cantik itu. Segera ia beristirahat, dan bersiap untuk sore nanti.

Sore harinya Fahmi sudah bergegas menuju pertigaan tempat ia bertemu Zenita. Beberapa menit menunggu, akhirnya anak SMA itu datang menemui Fahmi yang sudah menunggunya, anak SMA itu memakai tanktop dan celana pendek, membuat Fahmi semakin yakin untuk melakukan siasatnya.

“Hai mas Fahmi..”,
“Zenita? Wow…”,
“Cantik kan kak? Iya dong zenitaa…” Zenita bergerak seperti model mempertontonkan kecantikannya itu.
“Hehe, Sini naik”,
“Kemana nih mas?”,
“Ayo udah, nanti aku jelasin, makan dulu yuk”,
“pas banget mas lagi laper, yuk” Zenita tampak tak curiga, segera cewek SMA itu naik keatas motor dan kembali dibonceng oleh Fahmi, namun tujuan yang dikehendaki oleh fahmi adalah restoran kesukaannya.

Beberapa menit perjalanan, mereka segera tiba direstoran itu.

“Wah, gak salah pilih deh mas Fahmi”,
“Sering kesini ya Zee?”,
“Kadang kadang mas, lucu deh kalau mas Fahmi panggil aku pakek Zee, haha” Kemudian Fahmi dan Zenita segera mengambil tempat duduk, lalu memesan makanan.

“Aku bayarin ya mas”,
“Jangan, aku yang bayarin deh”,
“Loh, kan harusnya mas Fahmi minta aku buat…”,
“Itu nanti, ini masih belum minta kok aku” Zenita mulai menaruh tanda Tanya dalam fikirannya mengenai permintaan Fahmi nanti.

Segera mereka memesan makanan, dan setelah makanan tiba segera disantap dengan nikmat.

“Mm…mantep deh, enak banget mas”,
“Iya, nanti bakal ada yang lebih enak, aduh, uhuk uhuk” Fahmi hampir keceplosan, sampai ia tersedak. “Pelan aja mas, haha” Segera mereka menghabiskan hidangan, setelah selesai Fahmi membayar hidangan tadi, lalu Fahmi
mengajak Zenita kemotornya.

Kembali mereka menaiki motor itu,

“Kemana lagi mas? Mau minta apa sih?”,
“Ada deh, habis ini kok..” Segera Fahmi menjalankan motornya, beberapa menit perjalanan ditempuh, Fahmi dan Zenita lalu tiba didepan sebuah hotel.

Setelah memarkir motor, Zenita mulai melepas pertanyaanya,

“mas Fahmi, kok kehotel sih?”,
“Katanya kamu mau aku minta apa aja?”,
“Iya, wah jangan jangan mas Fahmi mau…”,
“Iya, aku mau kamu temenin aku dikamar Hotel”,
“Kok gitu sih mas? Pasti mas Fahmi mau yang aneh aneh”,
“Katanya aku boleh minta apa aja? Kan aku udah berkorban ratusan ribu loh buat menyelesaikan masalahmu, atau mau aku kembali kesekolah dan minta uangku kembali?”,
“iiih, mas Fahmi jahat,ya udah deh” Meski sempat menolak, Zenita kini mau diajak kedalam hotel itu.

Segera Fahmi memesan kamar, lalu membawa Zenita kedalam.

“Udah, ayo, lepas baju kamu dong zee” Zenita menyilangkan tangannya didepan buah dadanya.
“Gak mau mas, katanya Cuma nemenin aja?”,
“Ayolah, kan udah janji kamu mau tadi…”, Zenita memalingkan mukanya, sambil pelan pelan membuka bajunya.
“Wow, huuw, sekalian bhnya dong cantik” Zenita sempat ragu, tapi akhirnya ia segera melepas bhnya itu.

Buah dada cewek SMA itu tampak begitu imut dan menggoda, Fahmi benar benar ingin menikmatinya.

“Sini Zee, deketan” Zenita yang menutupi buah dadanya dengan tangan itu mendekati Fahmi, pria itu lalu membuka celananya, dan mengeluarkan penisnya yang sudah tegang.
“Kocokin penisku dong, sekalian diemut boleh” Zenita tiba tiba langsung duduk didepan penis Fahmi itu, ia memegang penis tegak Fahmi itu, dikocoknya dengan cepat, kepala cewek SMA itu mendekat, segera saja penis pria itu sekarang dijilat dan diemut oleh mulut manis milik Zenita.

Fahmi benar benar kaget, Karena Zenita seperti sudah terbiasa mengoral penis laki-laki saja.

“Oooh, wow, Hebatnya kamu zee, kamu ini… sebenernya…”,
“mmm…mmm…slruuup…mmm hehe, maaf mas, aku tadi pura pura aja, biar dapet feelnya, hehe..mm” Fahmi kaget, ternyata memang Zenita ini penuh dengan kejutan.
“Ternyata, kamu ini udah sering…”,
“Iya mas, aku sering ngulum penis pacarku…mmm…mmm” Zenita terus melanjutkan aksi yang ternyata sudah sering dilakukan olehnya.

Fahmi jadi tenang, ia tak perlu ragu menikmati waktunya bersama dikamar hotel itu. Fahmi segera meraih kedua buah dada imut milik Zenita yang sudah ia tunggu itu. Diremasnya dengan nikmat, sambil sesekali puting merah muda Zenita itu dicubit dan diputar putar.

“Aaaahn, ih mas Fahmi geli…mmm…mmm…slruup..mmm” Zenita asyik menikmati air bening yang keluar dari lubang diujung penis Fahmi.

Fahmi dan Zenita sedang asyik meningkatkan gairah lawan mainnya.

“Auh, sssh, Zee, aku keluar itu..ooh” Crooot crooot, Sperma melesat masuk kedalam mulut Zenita, dan ditelan habis oleh Zenita,
“Sluuup…mmm..cup…aah.. Enak yaa, beda sama maninya anak SMA”,
“ooh, iya dong, eh Zenita, udah gak perawan ya?”,
“Eeeh, masih perawan mas, Mas Fahmi gak boleh ambil keperawananku, pokoknya gak boleh!” Fahmi bisa memahami maksud Zenita itu.
“Ya udah, sekarang kamu tiduran dikasur gih”,
“Aduh mas Fahmi, kan aku gak mau keperawananku..”,
“ya gak aku sentuh deh keperawananmu, yang lainnya ada”

Zenita kaget, lubang pantatnya tampak jadi sasaran.

“Loh, jadi…dilubang pantatku yam as?”,
“Iya… gak boleh juga? Aku kesekolahmu aja minta uang kembali”,
“eeh, aduh iya udah mas..” Zenita lalu melepas celana pendeknya perlahan, Wow, Fahmi seketika melongo melihat selangkangan Zenita begitu mulus dengan bulu bulu tipis diatas lubang vaginanya.

Zenita yang cantik itu lalu pergi keatas kasur, lalu merebahkan tubuhnya, Fahmi menyusul. Fahmi masih terdiam berdiri melihat zenita yang begitu cantik memerah wajahnya, tubuhnya begitu mulus dan molek, kini sudah telanjang dan siap disetubuhi.

Fahmi lalu mendekatkan kepalanya keselangkangan Zenita, ia melihat lubang vagina cewek SMA itu sudah basah.

“Zee, biar aku jilat ya ini… pasti pacar kamu belum pernah coba”,

“i..iya mas…pelan aja mas, aku takut” Zenita tampak begitu malu, membuat Fahmi benar benar tertarik bercinta dengan cewek SMA itu.

Segera Fahmi mendaratkan mulutnya diatas bibir vagina Zenita, ia cium dan ia jilat perlahan, membuat Zenita mendesah kecil,

“Aahn, oh, sssh, geli mas, Aaahn” Fahmi sangat senang mendengar desahan yang menggemaskan itu. Lidah pria itu segera masuk dan bergerak berputar putar mencicipi dinding vagina perawan itu.

Zenita tiba tiba menghimpit kepala Fahmi itu dengan kedua pahanya, itu malah membuat Fahmi makin ganas.

“mm…Slruuup..mmm..mm…slruup” Fahmi dengan ganas menjilat dan menghisap Vagina perawan milik Zenita itu, membuat cewek cantik itu mendesah,
“uwaaaah, aaahn, mas, ouuh, mmmf, sssh… oooh” Mata si cantik Zenita itu tampak sudah penuh dengan air mata.

Fahmi yang sudah puas itu berganti lubang, ia turun kan mulutnya, dan mendaratkannya dilubang pantat milik Zenita, tanpa ragu ia masukkan lidahnya, pria itu tampak tidak jijik sama sekali.

“Kyaa kyaa , mas… oooh. Oooh…aaahn aahn” Tubuh Zenita itu bergerak gerak sendiri, bereaksi dengan ulah Fahmi dilubang itu. Lubang pantat itu jadi sedikit terbuka karena keganasan Fahmi.

Fahmi kemudian berhenti, ia kemudian memposisikan dirinya diatas tubuh Zenita.

“Mas, jangan masukin di..”,

“Nggak kok cantik, aku pasang dilubang pantat kamu, jadi aman kan?” ,
” tapi…mas…Aaaahn!” Kepala penis Milik Fahmi itu sudah menempel dilubang pantat Zenita.

Fahmi memeluk Zenita, lalu memandang wajahnya yang cantik itu, setelah itu ia langsung mencium gadis SMA itu. Sambil bercumbu, penis Fahmi itu terus didorong untuk mengisi lubang pantat Zenita.

“mm…mm…Aaaahn…aaghf…sakit mas…oooh” mendengar kata sakit malah membuat Fahmi makin berani, ia mendorong penisnya dengan kuat, dan penisnya itu kini masuk sepertiganya dalam lubang pantat milik Zenita.

Terlihat mata zenita terbelalak, tak kuasa menahan ulah Fahmi. Fahmi kemudian perhalan menggerakkan penisnya. Segera saja ia merasakan kenikmatan luar biasa, meski yang ia masuki bukan lubang vagina perawan milik Zenita. Zenita tak berhenti mendesah hebat, Fahmi segera mempercepat gerakan penisnya, maju mundur menabrak lubang pantat milik Zenita itu.

“Aah..aaah…aah..ooh..sssh…mmf…mmm…auuh” Zenita meneteskan air mata, Fahmi malah menjilati air mata gadis itu, lalu mencium bibir indahnya.

Beberapa menit beraksi, Akhirnya Fahmi menyudahi aksinya, ia tak mau membuat Zenita tak menikmati adegan nikmat itu. Ia cabut penisnya, lalu diletakkan diperut Zenita. Fahmi lalu menangkap kedua buah dada yang masih dalam masa pertumbuhan itu, diremasnya dengan nikmat, sambil penis tegaknya digesek gesek kan diperut Zenita.

“Aaahn, mmmf, mas…oooh…panasnya..ouuh” Suasana makin memanas, Fahmi benar benar menikmati tubuh indah milik Zenita yang cantik itu.